(Radar-Tegal)BREBES- Keputusan majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta memvonis dua tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta kepada Indra Kusuma dinilai terlalu ringan oleh LSM Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) Brebes. Selain itu, majelis hakim dianggap kurang jeli dalam memutuskan bahwa Pasal 55 KUHP tidak terbukti sehingga menafikan keterlibatan pihak lain dalam kasus pengadaan tanah pasar Pemkab Brebes tahun 2003 silam.
"Seharusnya berdasarkan fakta-fakta hukum yang muncul dalam persidangan, kasus pengadaan tanah ini melibatkan banyak pihak. Tapi majelis hakim seolah menafikan fakta ini, sehingga terkesan tebang pilih dalam menegakkan hukum," tandas Koordinator Badan Pekerja Harian Gebrak Darwanto saat konferensi pers di kantornya, Senin (8/11).
Darwanto mengatakan, munculnya kasus korupsi dalam pengadaan tanah pasar tersebut merupakan rentetan peristiwa politik Pilkada Maret 2002. Dalam persitiwa politik tersebut, Pemkab Brebes membeli tanah di Jalan Jend Ahmad Yani seluas 1.200 meter persegi senilai 6 milliar, ddi jalan jenderal Soedirman seluas 900 meter persegi dengan nilai 4,5 milliar dan tanah di Desa Banjaratma Kecamatan Bulakamba seluas 280 meter persegi senilai Rp 500 juta. "Proses-proses pengadaan tanah tersebut merupakan deal-deal politik tanpa melalui prosedur yang semestinya dan melibatkan pihak Pemkab, legislatif serta pihak ketiga. Sehingga seharusnya majelis hakim juga mengusut pelaku lainnya," tegas dia..
Sebagai pihak pelapor, menurut Darwanto, Gebrak akan menemui pimpinan KPK untuk menuntut agar kasus ini diselesaikan secara tuntas. Kepada JPU KPK, pihaknya akan meminta agar mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang menganggap pasal 55 KUHP tidak terbukti. "Kami juga akan mendesak KPK menetapkan tersangka lain, yakni Pimpinan DPRD dan Komisi A DPRD periode 1999-2004 dan pihak ketiga," ungkapnya.
Kecuali itu, pihaknya juga akan meminta KPK memproses pengadaan tanah di Banjaratma karena merupakan satu rentetan dari pengadaan tanah di kota Brebes. "Kami juga meminta KPK memproses dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana pasal 6 UU nomor 15 tahun 2002. Jika dalam waktu sebulan tidak ada kejelasan, kami akan menurunkan puluhan ribu warga Brebes ke jalan," tukasnya.
Terpisah Ketua LSM FKMB Brebes, M Subhan SS meminta pemerintah mendekonstruksi keberadaan KPK. Sebab, katanya, selama ini masih menyisakan sejumlah persoalan baru dalam perjuangan pemberantasan korupsi di Indonesia. "Setidaknya, jangkauan wilayah kerja KPK cukup di pusat saja, tidak usah sampai ke daerah karena tidak efektif. Bayangkan saja, jika KPK harus menangani kasus-kasus korupsi di ratusan kabupaten dan kota, justru akan menghambat pemberantasan korupsi dan kabur dalam menentukan putusan materi hukumnya," tandas Subhan.
Subhan mengatakan, luasnya jangkauan KPK hingga ke daerah-daerah juga merusak tatanan perundang-undangan hukum di tingkatan daerah. "Kalau pun perlu, seharusnya ada KPK jangan hanya satu, tapi direkonstruksi juga KPK di tiap-tiap daerah," katanya. (cw1)